Tampilkan postingan dengan label Refleksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Refleksi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Mei 2020

SANTRI MEMAKNAI HARI KEBANGKITAN NASIONAL

Hari Kebangkitan Nasional adalah hari dimana Rasa Semangat Persatuan dan Kesatuan dikumandangkan di tengah keberagaman untuk terus Bangkit memperjuangkan serta mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Hari Kebangkitan Nasional ditandai dengan Berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 yang merupakan perkumpulan cendekiawan muda Indonesia dengan semangat heroiknya.

Secara historis Inisiatif ini dimotori oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo yang merasa gelisah dengan kondisi bangsa pada masanya. Sehingga terpanggil untuk menularkan semangat cita-cita luhur nan mulia kepada seluruh mahasiswa kedokteran yang menjadi cikal bakal kemunculan Budi Utomo dan mendapat sambutan baik oleh Gunawan Mangunkusumo, Sutomo, Cipto Mangunkusumo, dan teman-teman yang lain.

 

Kebangkitan nasional tak hanya digerakkan kaum laki-laki, tapi juga tak luput kontribusi perempuan negeri ibu pertiwi. Mereka ikut andil menyuarakan bahkan turun ke medan perang demi kemerdekaan dan kebebasan dari penjajahan. Mulai dari R.A. Kartini, Raden Dewi Sartika, Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang dan lainnya yang berjuang mengorbankan nyawa demi sebuah cita-cita mulia. MERDEKA!


Tidak sedikit dari kita menolak memberikan sesuatu yang nyata dan berguna untuk bangsa hanya karena kita merasa terlalu muda? atau Tidak cukup dewasa? bahkan banyak yang berpikir itu BUKAN urusan kita melainkan pemerintah saja. A
patis! Ada apa dengan kita pemuda? Sampai kapan kita harus menunggu untuk berbuat sesuatu?

 

Kita semua perlu ingat dan merefleksikan nilai luhur perjuangan pahlawan kita, BAHWA

·      Perubahan Besar Dimulai dengan KEMAUAN BESAR untuk melakukan tindakan nyata yang bukan sekedar Retorika Logika dan bualan belaka.

·      Cita-Cita Luhur nan mulia harus ditularkan bukan disimpan dan dibiarkan membusuk dalam kekosongan tak bernyawa.

·      Dorongan untuk Bangkit harus terbentuk oleh Rasa Cinta bukan kekecewaan nyata yang berujung saling mencela. Karena INDONESIA rumah kita bersama.

·      INDONESIA dibangun di atas perbedaan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan yang karenanya kita kaya dan berbeda namun tetap satu jua. Bhinneka Tunggal Ika.

·      Pemuda dari golongan cendekia harus memberikan Dampak yang Besar untuk kemajuan dengan segenap jiwa dan raga, bukan malah sebaliknya menjadi pemicu tindakan PREMANISME, ANARKISME berkedok NASIONALISME untuk bangsa katanya.

Hai bangsa INDONESIA, saatnya kita bangkit melawan penjajahan nyata yang sudah berubah rupa. Mulai dari media massa, media sosial sampai dengan konspirasi dan propaganda.

Saatnya kita bangkit memaksa diri dari REBAHAN menuju PERUBAHAN

Karena semua tidak semudah dengan sekedar kata namun AKSI NYATA.

INDONESIA! Selamat Hari Kebangkitan Nasional

 


Sabtu, 24 November 2018

Renungan Maulid Nabi Muhammad SAW




Ya Nabi
Keselamatan atas engkau
Wahai sang utusan
Keselamatan atas engkau
Wahai sang kekasih Allah
Keselamatan atas engkau

Aku tertunduk malu atas kesombongan diri
Yang lalai dan lelah mengikuti jejakmu
Acapkali merasa berat dan penat
Tak jarang merasa hebat dan kuat
Atas apa yang Dia titipkan
Hanya sekedar titipan!

Harga diri dibeli demi sebuah citra diri
Haus akan Jabatan dan kekuasaan
Yang hakekatnya hanyalah fatamorgana
Kami berlomba mengejar dunia!

Ya Nabi
Engkau terpuji bukan karena duniawi
Engkau disegani bukan karena gengsi
Engkau hadir membawa tauladan
Al-Amin gelar yang disematkan

Ya Nabi
Engkau maksum namun tak lepas mohon ampun
Engkau tak ujub tak pernah berhenti sujud
Kami yang tak seberapa bahkan bermandi dosa
Seringkali menunda bahkan lupa akan-Nya
Akan perintah-Nya
Akan larangan-Nya

Betapa ringannya kami melangkah untuk kemaksiatan
Sangat berat untuk kemaslahatan serta kebaikan
Siapakah sebenarnya kami?
Manusiakah?
Atau sekedar kamuflase?

Kami malu ya Rosul
Di tengah semua menyembah dunia
Engkau berdoa "Miskinkan hamba"
Saat semua terlena akan harta
Engkau ajarkan selalu mengingat asma-Nya
Kami lagi-lagi lupa!
Manusiakah?

Ya Nabi
Entah bagaimana kami akan diampuni
Ya Habiballah
Ya Muhammad

Engkau, Muhammad, menunjukkan kepada kami kepatuhan, kesetiaan, hak dan kebenaran

Engkau mengajarkan belas kasih, hati nurani, keadilan, kebajikan dan kesabaran

Tidak pernah permasalahkan perbedaan dengan toleransi dalam teladan kehidupan

Perilaku nyata yang engkau sajikan
Bukan pencitraan untuk sebuah pengakuan
Karena Engkau diturunkan untuk menyempurnakan tidak sekedar mengajarkan

Ya, akhlaq, budi pekerti
Kami bahagia atas lahirmu yang memberikan syafaat untuk keselamatan

لَوْلَاكَ لَمَا خَلَقْتُ الْأَفْلَاك
(-Laulaka lama kholaqtul Aflak-) 

Jika engkau tidak ada, Aku tidak akan mmenciptaka alam semesta -  Hadis Qudsi

Semoga engkau tidak pernah membiarkan kami menyimpang dari jalanmu dan dari sunnahmu walau sesaat

Allahumma sholat 'ala sayyidina Muhammad

Peci identitas santri,
Jangan lupakan Jati diri.
Karena karya santri,
Membangun Negeri.

12 Robiul Awal Tahun Gajah

MJB


Rabu, 07 November 2018

LAILY FITRY : ISLAM YANG MALAS


"Islam yang Malas"
by Laily Fitry 
Ini thread berisi renungan saya tentang ekspresi keislaman Indonesia akhir-akhir ini. Terutama menyangkut kasus bendera hitam & kematian PMI Tuti Tursilawati di tangan Saudi Arabia.
Apa itu Islam yang Malas/Islam Pemalas? Islam Pemalas adalah cara ber-Islam yang dilakukan oleh sebagian Muslim dg berlandaskan kepada garis perbedaan konfliktual antara 'kita' & 'mereka'. Terdapat beberapa ciri-ciri Islam Pemalas, diantaranya:
1. Ekspresi keIslaman yang hanya ditampakkan dalam praktek fiqh saja, namun melupakan praktek etisnya. Contoh, memelihara janggut dengan alasan sunnah namun kendor dalam menyuarakan keadilan sosial bagi semua.
2. Ekspresi keIslaman yang hanya muncul dalam simbolisasi namun absen dalam pembangunan makna yang substantif. Contoh, 'hijrah' yang hanya dimaknai sebagai mengonsumsi produk 'halal' & berpakaian 'syar'i' namun terlupakan makna asal 'hijrah' sebagai kehidupan bersama dengan mereka yang berbeda.
3. Ekspresi keIslaman yang hanya mengekor apa yang terjadi di bagian dunia lain tanpa kontekstualisasi & kritisisme mendasar. Contoh, mengadopsi penderitaan Muslim Palestina yang terjajah dalam konteks Indonesia di mana Muslim berkuasa.
Dan 4. Ekspresi keIslaman yang mengeksploitasi tradisi Islam, & bukannya memperkaya tradisi Islam melalui pemikiran-pemikiran serius. Contoh, pengagungan poligami sebagai 'sunnah Nabi' tanpa pengetahuan mendalam tentang bagaimana & mengapa poligami muncul pada awalnya.
Jadi, Islam Pemalas adalah ekspresi Islam yang malas karena penganut Islam Pemalas hanya mau berteriak lantang bahwa dia adalah Muslim tanpa mau menguras energi otak untuk berpikir tentang Islam itu sendiri. Bagi mereka Islam seperti ayam goreng dalam kotak: tinggal dibuka, siap dikonsumsi.
Kontroversi bendera hitam kmrin adalah satu contoh Islam Pemalas. Pendukung kontroversi itu mementingkan simbol & melupakan makna. Mereka enggan bersusah-payah mencari tahu soal sejarah simbol yang mereka agungkan. Yang penting garis antara 'kita' & 'mereka' jelas adanya. Peduli setan dengan sejarah & etika
Diamnya sebagian Muslim Indonesia soal kematian Tuti adalah contoh lain dari Islam Pemalas. Tuti tak dibela karena membela Tuti berarti mengecam Saudi, simbol kosong lainnya dari Islam Pemalas.
Membela Tuti juga berarti memeras otak untuk memahami bagaimana bisa ada otoritas 'suci' Islam yang jahatnya seperti neraka (Saudi Arabia). Maklum, karena dalam dunia hitam-putih Muslim Pemalas 'kita' (Muslim) selalu benar, & selain kita selalu salah.
Nyawa Tuti menjadi tak berarti karena kematiannya berada dalam wilayah abu-abu simbolisasi agama. Sama posisinya dengan korban perang di Yaman. Ketika simbol jadi kuasa, maka tampilan luarlah yang menjadi tolak ukur utama. Etika dibuang keluar jendela.
Obat penyakit 'Islam Pemalas' ini berat adanya. Budaya membaca, berdiskusi, & beradab-etika adalah solusinya. Dibutuhkan kemauan untuk berpikir & bertanya terus-menerus. untuk memeluk semua wilayah abu-abu & menerima beda. Tapi, inshAllah sedikit demi sedikit kita bisa.
(L, Notre Dame).

Kamis, 14 Juni 2018

FITRIKAH KITA? : Renungan Akhir Ramadhan Menyambut Idul Fitri



Di penghujung Ramadhan ini perasaan bahagia dan sedih bercampur baur dalam gumpalan darah yang disebut HATI. Banyak dari mereka orang yang beriman dan bertakwa Kepada Allah SWT merasa sedih dan kehilangan karena akan ditinggal oleh bulan yang sangat mulia, namun tidak sedikit dari mereka yang riang gembira karena penderitaan menahan lapar dan nafsu akan berakhir atau mungkin bahagia karena mereka bisa merayakan dengan segala sesuatu yang baru. Namun itukah arti menjalankan ibadah Puasa Ramadhan?

Kawan...
Masih pantaskah kita ber-euforia
Sedangkan masih banyak dari saudara kita yang bersedih karena mereka merayakan tanpa sanak famili.

Kawan...
Masih pantaskah kita berbangga hati dengan apa yang kita miliki
Sedangkan masih banyak saudara kita yang kebahagiaannya dibelenggu tirani.

Mungkin diantara kita ada yang merasa sedih karena lebaran tak bertemu keluarga tercinta. 

Mungkin diantara kita ada yang merasa tidak beruntung karena sudah kehilangan orang tua. 

Mungkin diantara kita ada yang merasa kecewa hanya karena tidak berdaya untuk merayakan hari kemenangan. 

Mungkin diantara kita masih banyak yang merasa kekurangan atas nikmat yang Allah SWT berikan.

Sadarkah kita kawan... 
Masih ada lebih 8 juta orang di ambang kelaparan, 1 juta kasus kolera dan lebih dari 3 juta pengungsi internal akibat perang di Yaman. 

Masih pantaskah kita mengeluh...
Sementara ribuan saudara Rohingya kita hidup tanpa kepastian dibawah tekanan dan kelaparan.

Masih tidakkah kita bersyukur...
Ketika ribuan anak meninggal, banyak dari mereka teriak ketakutan dan kelaparan di jalur Gaza Palestina.

Masih pantaskah kita bermimpi syurga jika di hati kita kurang bersyukur atas nikmat Allah yang tidak terhingga.

Fitrikah kita kawan...???

Banyak dari kita berfikir telah banyak berbuat kebaikan dan menghabiskan jutaan bahkan miliaran untuk berbuat kebaikan selama Ramadhan, namun banyak dari kita belum sadar apakah amal baik kita diterima? Karena tidak sedikit dalam hati kita terbersit sifat Ujub (sombong), riya' (mengharap pujian), dan iri-dengki. Sehingga kita perlu introspeksi kawan.

Salah seorang Ulama dan Imam besar, Ibnu Rajab berkata, “Para ulama salafush sholih biasa bersungguh-sungguh dalam menyempurnakan amal dan bersungguh-sungguh ketika mengerjakannya. Setelah itu, mereka sangat berharap amalan tersebut diterima dan khawatir bila tertolak. Merekalah yang disebutkan dalam ayat,

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آَتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

"Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang penuh khawatir, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka” (QS. Al Mu’minun: 60).”

Kawan ku, ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Mereka para salaf begitu berharap agar amalan-amalan mereka diterima daripada banyak beramal. Bukankah engkau mendengar firman Allah Ta’ala,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma-idah: 27)”

Malik bin Diinar mengatakan, “Tidak diterimanya amalan lebih kukhawatirkan daripada banyak beramal.”

Abdul Aziz bin Abi Rowwad berkata, “Saya menemukan para salaf begitu semangat untuk melakukan amalan sholih. Apabila telah melakukannya, mereka merasa khawatir apakah amalan mereka diterima ataukah tidak.”

‘Umar bin ‘Abdul Aziz berkhutbah pada hari raya Idul Fithri, “Wahai sekalian manusia, kalian telah berpuasa selama 30 hari. Kalian pun telah melaksanakan shalat tarawih setiap malamnya. Kalian pun keluar dan memohon pada Allah agar amalan kalian diterima. Namun sebagian salaf malah bersedih ketika hari raya Idul Fithri. 

Dikatakan  kepada mereka, “Sesungguhnya hari ini adalah hari penuh kebahagiaan.” Mereka malah mengatakan, “Kalian benar. Akan tetapi aku adalah seorang hamba. Aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk beramal, namun aku tidak mengetahui apakah amalan tersebut diterima ataukah tidak.”

Pertanyaan besar bagi kita semua. 

Yakinkah kita amalan di bulan ini diterima...?

Yakinkah kita Shalat tarawih yang dilakukan setiap malam diterima... ?

Yakinkah kita Tilawah Al Qur’an setiap malamnya diterima... ?

Yakinkah kita Sedekah dan buka puasa diterima... ?

Atau mungkin masih banyak diantara kita dan termasuk saya yang ibadahnya masih jauh dari sempurna, Tarawihnya masih bolong dan mungkin tidak sempat Tarawih karena tidak mau menyempatkan, mungkin diantara kita masih puasa hanya menahan lapar dan dahaga atau bahkan tidak berpuasa. Kemudian Hari Raya Idul fitri yang merupakan Hari Kemenangan apa maknanya? Apa yang telah kita menangkan?

Saat ini hanya tangis dan tetes airmata yang Berdera penuh penyesalan akan kealapaan yang kita lakukan. Kita hanya bisa berharap,  memohon ampun dan perbanyak do’a, moga Allah menerima setiap amalan kita di bulan Ramadhan dan memperjumpakan kita kembali dengan bulan penuh barokah ini. Agar kita terus bisa memperbaiki diri yang hina ini.

Kita tidak bisa menyombongkan kebaikan  dan amal ibadah kita selama ramadhan, jika kita sendiri tidak pernah tau apakah amalan kita diterima oleh Allah swt. Karena hanya amal ibadah yang sungguh-sungguh orang bertakwa yang Allah SWT akan terima.

Selamat Jalan Ramadhan

Wahai kawan-kawanku yang dihormati Allah, bulan Ramadhan akan segera meninggalkan kita.

Tidak ada lagi yang tersisa kecuali saat-saat yang singkat, mungkin tertinggal penyesalan dan dosa.

Jika diantara kalian telah melakukan kebaikan, mari kita sempurnakan.

Mungkin jika diantara kita malah sebaliknya, maka tidak ada kata terlambat untuk bersama memperbaikinya dalam waktu yang masih tersisa. Karena ingatlah amalan itu dinilai dari akhirnya.

Jangan jadikan diri kita yang melakukan amalan sholih hanya ketika Ramadhan tiba namun sebuah perubahan nyata dengan tindakan mulia yang dapat memberi kesaksian kepadamu nantinya di hadapan Al Malikul ‘Alam (Sang Penguasa Hari Pembalasan).

Mari kita lepaskanlah kepergian (bulan Ramadhan) dengan ucapan salam yang terbaik dan perubahan yang positif.

Wahai bulan Ramadhan.

Berikanlah belas kasihmu, sementara air mata kami mengalir dengan deras akibat kepedihan perpisahan dengan bulan mulia.
Ramadhan, semoga detik-detik perpisahan akan memadamkan api kerinduan yang membara.

Ramadhan, semoga saat-saat taubat akan melengkapi kekurangan puasa yang kami lakukan.

Ramadhan, semoga pula mereka orang-orang yang telah ketinggalan segera menyusul dan bersama Merajut asa untuk ridho-Nya.

Saying See you Ramadhan Kareem instead of Goodbye and Welcome Eid Mubarak 1439 H. May Allah grant us all a very blessedful life.

Semoga Kita semua mampu kembali fitri dengan pribadi yang lebih baik dan istiqomah beribadah dengan tulus ikhlas hanya mengharap ridho-Nya. Amin

Jangan lupa bersyukur kawan. 
Karena kita termasuk orang yang beruntung dibandingkan jutaan saudara kita yang tidak bisa merayakan Idul Fitri. 😢

Surabaya, 15 Juni 2018


_______________________
Referensi :