Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan

Kamis, 07 Maret 2019

KEUTAMAAN DAN ALAMAN DI BULAN RAJAB


Sahabat budiman sekalian, banyak amalan yang bisa  dilakukan untuk mendapatkan kebaikan sepanjang bulan Rajab. Kita akan merugi apabila tidak memanfaatkan kesempatan ini dengan mengamalkannya, karena Rajab merupakan bulan mulia, bulannya Allah SWT.

Bulan Rajab menjadi salah satu bulan suci selain bulan Ramadhan.
Di bulan Rajab menjadi bulan dimana Rasulullah SAW mendapatkan perintah untuk menunaikan ibadah salat 5 waktu pada peristiwa Isra’Mi’raj. Oleh karena itulah, pada bulan Rajab, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amalan sunah, salah satunya adalah Puasa Rajab.

Puasa tanggal 1 Rajab sama dengan menghapus dosa 3 tahun.
Puasa tanggal 2 sama dengan menghapus dosa 2 tahun.
Puasa tanggal 3 sama dengan menghapus dosa 1 tahun.
Puasa tanggal 4 menghapus dosa selama 1 bulan. Yang dimaksud dosa disini adalah dosa-dosa kecil saja. Akan tetapi, ulama menganjurkan untuk menunaikan puasa Rajab di 10 hari pertama.

Adapun pahala dari banyaknya hari puasa juga berbeda.

Dalam sebuah hadits disebutkan pahala 1 hari puasa bagaikan 1 bulan puasa, 2 hari di awal bulan Rajab seakan ibadah selama 2 tahun, bagi yang mengerjakan puasa 3 hari berturut-turut maka pahalanya seperti ibadah 70 tahun, jika 7 hari ditutupkan pintu neraka, 8 hari puasa akan dibukakan pintu surga, dan 10 hari akan dikabulkan seluruh keinginannya.

Adapun niat puasa bulan rajab sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ فِى شَهْرِ رَجَبِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى

Nawaitu sauma ghadin fi syahri rojabi sunatan lillahi ta'alaa.
“Niat saya puasa esok hari pada bulan rajab Sunnah karena Allah SWT”




Ketika memasuki bulan Rajab, sangat dianjurkan membaca doa khusus yang biasa diucapkan oleh umat Islam. Yaitu, Allaahumma baariklanaa fii Rajaba wa Sya’baana Wa Ballighnaa Ramadhana. Yang artinya: “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban ini, dan sampaikanlah umur kami bertemu Ramadhan.”

Salah satu keutamaan bulan Rajab adalah pahala yang akan diberikan untuk orang yang melakukan puasa di bulan ini.

Pertama, memperbanyak membaca istighfar. Janganlah banyak bicara bukan karena dzikir kepada Allah, karena bisa menyebabkan hatinya keras. Bila hidupnya susah, amalan istighfar bisa mengangkat kesusahan kita. 

Bulan Rajab sebagai bulan istighfar karena Allah akan mengampuni seberapa pun banyak dosa kita. Indonesia banyak tertimpa musibah dan cobaan sehingga kita perlu memperbanyak sabar dan menegakkan shalat karena sabar dan shalat sebagai penolongmu.

Kedua, dalam suatu riwayat disebutkan, “Bagi yang tidak mampu berpuasa agar memperoleh pahala puasa di bulan Rajab, maka hendaknya setiap hari ia membaca tasbih berikut 100 kali:

Subhanal Ilâhil Jalîl, Subhâna Man Lâ Yanbaghit Tasbîhu Illâ Lahu, Subhânal A’azzil Akram, Subhâna Man Labisal ‘Izzi Wa Huwa Lahu Ahlun.

“Mahasuci Tuhan Yang Maha Agung, Mahasuci yang tak layak bertasbih kecuali kepada-Nya, Mahasuci Yang Maha Agung dan Maha Mulia, Mahasuci Yang Menyandang keagungan dan hanya Dia yang layak memilikinya.”

Ketiga, di bulan Rajab telah diturunkan perintah sholat, maka jangan tinggalkan shalat. Ibadah sholat, adalah ibadah istimewa. Semua ibadah bagus, dari sekian banyak ibadah yang paling istimewa adalah sholat

Keempat, di bulan Rajab jauhi maksiat. Bagi siapapun yang sering melakukan maksiat dan perbuatan tidak terpuji lainnya, sebaiknya menjauhi diri dari hal-hal negatif tersebut baik dari mata, mulut, kaki dan tangan serta anggota tubuh lainnya.

Kelima, di bulan Rajab harus memperbanyak Shodakoh, agar berkah. Karena dengan shodakoh kita akan dijauhkan dari malapetaka, dipanjangkan umur dan kebaikan dalam hidup.

Keenam, Rasululah saw bersabda: “Barangsiapa yang membaca di bulan Rajab Istighfar berikut sebanyak 100 kali dan mengakhirnya dengan bersedekah, Allah akan mengakhirinya dengan rahmat dan maghfirah. Barangsiapa yang membacanya 400 kali, Allah memcatat baginya pahala 100 syuhada’:

Astaghfirullâha Lâilaha Illa Huwa Wahdahu Lâ Syarîkalah, Wa Atûbu Ilaihi.
“Aku memohon ampun kepada Allah, tiada Tuhan kecuali Dia Yang Maha Esa, Yang tiada sekutu bagi-Nya, aku bertaubat kepada-Nya.”

Ketujuh, Membaca Lailâha illallâh (1000 kali). Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang membaca di bulan Rajab Lâilâha illallâh sebanyak seribu kali , Allah mencatat baginya seratus ribu kebaikan dan membangunkan baginya seratus kota di surga.”




Sumber: kompilasi dari berbagai sumber

Sabtu, 24 November 2018

GURU (BUKAN) PAHLAWAN TANPA TANDA JASA?


Masihkah relevan sebuah slogan yang menyebutkan "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa" atau mungkin masih banyak diantara kita misintrepretasi slogan ini. 


Sebelumnya apa yang kita pahami arti seorang guru? 

Sederhananya guru adalah seorang pengajar yang mentransfer ilmunya kepada anak didiknya. Namun ada juga yang mendefinisikan bahwa guru itu "digugu lan ditiru" (dipercaya dan diikuti). 

Faktanya dewasa ini tidak semua guru dapat dipercaya dan ditauladani. Tidak sedikit guru yang cacat moral dan spiritual seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan informasi dimana guru kita dengan mudahnya terekspos pada hal negatif di dunia maya yang dapat membentuk pribadinya. Karena tidak hanya anak didik kita yang "vulnerable" atas perkembangan zaman, termasuk juga guru didalamnya. 

Tidak semua yang menjadi guru karena atas dasar panggilan hati dan jiwanya. 

Berdasarkan konteks yang saya pahami guru terbagi menjadi tiga dilihat dari perspektif umum dan agama:

1. Teacher as A Job
Karena saat ini pekerjaan guru cukup menjanjikan dengan segala fasilitas dan penghasilan yang diperoleh (PNS), walaupun tidak sedikit guru swasta yang masih 'struggling' dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya yang lebih besar dari penghasilan yang didapat (hidup standard rata-rata). Namun disini banyak ditemukan guru yang belum kompeten dan terpanggil bahwa guru adalah keinginan hatinya, bisa jadi karena tidak ada pilihan lain yang bisa dikerjakan. Akhirnya menjadi guru adalah pilihan yang tidak diinginkan. Sangat disayangkan jika ini terjadi.

2. Teacher as A Profession
Guru sebagai profesi yang saya maksud adalah guru profesional. Mengajar dengan kemampuan dan keahlian dalam bidang yang dia ajarkan. Pada fase ini guru sudah kompeten mengajar bidang yang diampu. Oleh karenanya pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru menyelenggarakan Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang sebelumnya dinamakan PLPG.

Pada posisi ini guru sudah dikategorikan baik dan profesional dalam mengajar namun sekedar mengajar profesional belum dengan hati, sekedar menyampaikan ilmu dan pengalaman yang dimiliki (Just teach not educate). 

3. Teacher as A Passion
Menjadi Guru karena Passion akan membentuk kepribadian guru yang baik karena selain setiap guru berusaha menjadi seorang profesional juga akan ikut andil dalam mendidik anak-didiknya menjadi orang yang lebih baik. Guru ini akan senantiasa meng-upgrade kompetensi diri dan mendidik semua anak didiknya dengan ketauladanan. Guru yang inspiratif dan profesional. 

Dalam perspektif atau kacamata Islam yang saya pahami, guru memiliki tiga dimensi fungsi:

1. Sebagai seorang Mu'allim  Seorang Mu'allim lebih berkonsentrasi kepada ilmu akal. Hanya sebatas "Transfer of Knowledge". Guru sekedar mengajarkan apa yang dia ketahui. Tidak jarang kita mendengar para guru berkata "Yang penting saya mengajar, masalah dia nakal saya tidak begitu peduli, karena kalau saya tindak (hukuman fisik) dampak nya negatif pada diri saya". 

2. Sebagai seorang Murabbi
Seorang Murabbi mengacu kepada pendidik yang tidak hanya mengajarkan suatu ilmu tetapi dalam waktu yang sama mencoba mendidik rohani, jasmani, fisik, dan mental anak didiknya untuk menghayati dan mengamalkan ilmu yang telah dipelajari.

Murabbi berkonsentrasi pada penghayatan suatu ilmu, sekaligus membentuk kepribadian, sikap dan kebiasaan anak didiknya atau kita sebut "transfer of values". Jadi, tugas "Muallim" banyak melayang di "akal" namun tugas Murabbi melayang di "hati". Sehingga selalu berusaha mencari cara untuk mendidik anak-anak nya

3. Sebagai Seorang Mujahid
Dalam Islam, istilah Mujahid diartikan sebagai seorang Pejuang yang berperang di jalan Allah. Seorang guru juga seorang Mujahid yang berjuang memberantas kebodohan dan kebobrokan akhlaq generasi masa depan yang jauh lebih berbahaya dari pada perang fisik.

Sehingga guru harus berjuang sungguh-sungguh dalam mengajarkan hal positif pada anak didiknya karena inilah perjuangan sesungguhnya untuk membangun peradaban bangsa dengan diiringi doa tulus ikhlas untuk kesuksesan anak didiknya di setiap doa yang dipanjatkan. 

Oleh karenanya di Pesantren ilmu tidak sekedar diajarkan namun dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari melalui ketauladanan para Kyai dan Ustadz serta Ustadzah.

Jika disebutkan bahwa Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, menurut saya tidak tepat, karena torehan prestasi bangsa ini adalah buah hasil tanda jasa para guru. Tanda jasa mereka tidak sekedar benda fisik melainkan benda hidup yang selalu berevolusi memberikan kontribusi untuk negeri ini.

Selamat Hari Guru (HGN) 2018
Selamat menjalankan tugas Mulia
Salam perjuangan


Paiton, 25 Nopember 2018
MJB

Renungan Maulid Nabi Muhammad SAW




Ya Nabi
Keselamatan atas engkau
Wahai sang utusan
Keselamatan atas engkau
Wahai sang kekasih Allah
Keselamatan atas engkau

Aku tertunduk malu atas kesombongan diri
Yang lalai dan lelah mengikuti jejakmu
Acapkali merasa berat dan penat
Tak jarang merasa hebat dan kuat
Atas apa yang Dia titipkan
Hanya sekedar titipan!

Harga diri dibeli demi sebuah citra diri
Haus akan Jabatan dan kekuasaan
Yang hakekatnya hanyalah fatamorgana
Kami berlomba mengejar dunia!

Ya Nabi
Engkau terpuji bukan karena duniawi
Engkau disegani bukan karena gengsi
Engkau hadir membawa tauladan
Al-Amin gelar yang disematkan

Ya Nabi
Engkau maksum namun tak lepas mohon ampun
Engkau tak ujub tak pernah berhenti sujud
Kami yang tak seberapa bahkan bermandi dosa
Seringkali menunda bahkan lupa akan-Nya
Akan perintah-Nya
Akan larangan-Nya

Betapa ringannya kami melangkah untuk kemaksiatan
Sangat berat untuk kemaslahatan serta kebaikan
Siapakah sebenarnya kami?
Manusiakah?
Atau sekedar kamuflase?

Kami malu ya Rosul
Di tengah semua menyembah dunia
Engkau berdoa "Miskinkan hamba"
Saat semua terlena akan harta
Engkau ajarkan selalu mengingat asma-Nya
Kami lagi-lagi lupa!
Manusiakah?

Ya Nabi
Entah bagaimana kami akan diampuni
Ya Habiballah
Ya Muhammad

Engkau, Muhammad, menunjukkan kepada kami kepatuhan, kesetiaan, hak dan kebenaran

Engkau mengajarkan belas kasih, hati nurani, keadilan, kebajikan dan kesabaran

Tidak pernah permasalahkan perbedaan dengan toleransi dalam teladan kehidupan

Perilaku nyata yang engkau sajikan
Bukan pencitraan untuk sebuah pengakuan
Karena Engkau diturunkan untuk menyempurnakan tidak sekedar mengajarkan

Ya, akhlaq, budi pekerti
Kami bahagia atas lahirmu yang memberikan syafaat untuk keselamatan

لَوْلَاكَ لَمَا خَلَقْتُ الْأَفْلَاك
(-Laulaka lama kholaqtul Aflak-) 

Jika engkau tidak ada, Aku tidak akan mmenciptaka alam semesta -  Hadis Qudsi

Semoga engkau tidak pernah membiarkan kami menyimpang dari jalanmu dan dari sunnahmu walau sesaat

Allahumma sholat 'ala sayyidina Muhammad

Peci identitas santri,
Jangan lupakan Jati diri.
Karena karya santri,
Membangun Negeri.

12 Robiul Awal Tahun Gajah

MJB


Rabu, 07 November 2018

LAILY FITRY : ISLAM YANG MALAS


"Islam yang Malas"
by Laily Fitry 
Ini thread berisi renungan saya tentang ekspresi keislaman Indonesia akhir-akhir ini. Terutama menyangkut kasus bendera hitam & kematian PMI Tuti Tursilawati di tangan Saudi Arabia.
Apa itu Islam yang Malas/Islam Pemalas? Islam Pemalas adalah cara ber-Islam yang dilakukan oleh sebagian Muslim dg berlandaskan kepada garis perbedaan konfliktual antara 'kita' & 'mereka'. Terdapat beberapa ciri-ciri Islam Pemalas, diantaranya:
1. Ekspresi keIslaman yang hanya ditampakkan dalam praktek fiqh saja, namun melupakan praktek etisnya. Contoh, memelihara janggut dengan alasan sunnah namun kendor dalam menyuarakan keadilan sosial bagi semua.
2. Ekspresi keIslaman yang hanya muncul dalam simbolisasi namun absen dalam pembangunan makna yang substantif. Contoh, 'hijrah' yang hanya dimaknai sebagai mengonsumsi produk 'halal' & berpakaian 'syar'i' namun terlupakan makna asal 'hijrah' sebagai kehidupan bersama dengan mereka yang berbeda.
3. Ekspresi keIslaman yang hanya mengekor apa yang terjadi di bagian dunia lain tanpa kontekstualisasi & kritisisme mendasar. Contoh, mengadopsi penderitaan Muslim Palestina yang terjajah dalam konteks Indonesia di mana Muslim berkuasa.
Dan 4. Ekspresi keIslaman yang mengeksploitasi tradisi Islam, & bukannya memperkaya tradisi Islam melalui pemikiran-pemikiran serius. Contoh, pengagungan poligami sebagai 'sunnah Nabi' tanpa pengetahuan mendalam tentang bagaimana & mengapa poligami muncul pada awalnya.
Jadi, Islam Pemalas adalah ekspresi Islam yang malas karena penganut Islam Pemalas hanya mau berteriak lantang bahwa dia adalah Muslim tanpa mau menguras energi otak untuk berpikir tentang Islam itu sendiri. Bagi mereka Islam seperti ayam goreng dalam kotak: tinggal dibuka, siap dikonsumsi.
Kontroversi bendera hitam kmrin adalah satu contoh Islam Pemalas. Pendukung kontroversi itu mementingkan simbol & melupakan makna. Mereka enggan bersusah-payah mencari tahu soal sejarah simbol yang mereka agungkan. Yang penting garis antara 'kita' & 'mereka' jelas adanya. Peduli setan dengan sejarah & etika
Diamnya sebagian Muslim Indonesia soal kematian Tuti adalah contoh lain dari Islam Pemalas. Tuti tak dibela karena membela Tuti berarti mengecam Saudi, simbol kosong lainnya dari Islam Pemalas.
Membela Tuti juga berarti memeras otak untuk memahami bagaimana bisa ada otoritas 'suci' Islam yang jahatnya seperti neraka (Saudi Arabia). Maklum, karena dalam dunia hitam-putih Muslim Pemalas 'kita' (Muslim) selalu benar, & selain kita selalu salah.
Nyawa Tuti menjadi tak berarti karena kematiannya berada dalam wilayah abu-abu simbolisasi agama. Sama posisinya dengan korban perang di Yaman. Ketika simbol jadi kuasa, maka tampilan luarlah yang menjadi tolak ukur utama. Etika dibuang keluar jendela.
Obat penyakit 'Islam Pemalas' ini berat adanya. Budaya membaca, berdiskusi, & beradab-etika adalah solusinya. Dibutuhkan kemauan untuk berpikir & bertanya terus-menerus. untuk memeluk semua wilayah abu-abu & menerima beda. Tapi, inshAllah sedikit demi sedikit kita bisa.
(L, Notre Dame).