Apa itu Islam yang Malas/Islam Pemalas? Islam Pemalas adalah cara ber-Islam yang dilakukan oleh sebagian Muslim dg berlandaskan kepada garis perbedaan konfliktual antara 'kita' & 'mereka'. Terdapat beberapa ciri-ciri Islam Pemalas, diantaranya:
1. Ekspresi keIslaman yang hanya ditampakkan dalam praktek fiqh saja, namun melupakan praktek etisnya. Contoh, memelihara janggut dengan alasan sunnah namun kendor dalam menyuarakan keadilan sosial bagi semua.
2. Ekspresi keIslaman yang hanya muncul dalam simbolisasi namun absen dalam pembangunan makna yang substantif. Contoh, 'hijrah' yang hanya dimaknai sebagai mengonsumsi produk 'halal' & berpakaian 'syar'i' namun terlupakan makna asal 'hijrah' sebagai kehidupan bersama dengan mereka yang berbeda.
3. Ekspresi keIslaman yang hanya mengekor apa yang terjadi di bagian dunia lain tanpa kontekstualisasi & kritisisme mendasar. Contoh, mengadopsi penderitaan Muslim Palestina yang terjajah dalam konteks Indonesia di mana Muslim berkuasa.
Dan 4. Ekspresi keIslaman yang mengeksploitasi tradisi Islam, & bukannya memperkaya tradisi Islam melalui pemikiran-pemikiran serius. Contoh, pengagungan poligami sebagai 'sunnah Nabi' tanpa pengetahuan mendalam tentang bagaimana & mengapa poligami muncul pada awalnya.
Jadi, Islam Pemalas adalah ekspresi Islam yang malas karena penganut Islam Pemalas hanya mau berteriak lantang bahwa dia adalah Muslim tanpa mau menguras energi otak untuk berpikir tentang Islam itu sendiri. Bagi mereka Islam seperti ayam goreng dalam kotak: tinggal dibuka, siap dikonsumsi.
Kontroversi bendera hitam kmrin adalah satu contoh Islam Pemalas. Pendukung kontroversi itu mementingkan simbol & melupakan makna. Mereka enggan bersusah-payah mencari tahu soal sejarah simbol yang mereka agungkan. Yang penting garis antara 'kita' & 'mereka' jelas adanya. Peduli setan dengan sejarah & etika
Diamnya sebagian Muslim Indonesia soal kematian Tuti adalah contoh lain dari Islam Pemalas. Tuti tak dibela karena membela Tuti berarti mengecam Saudi, simbol kosong lainnya dari Islam Pemalas.
Membela Tuti juga berarti memeras otak untuk memahami bagaimana bisa ada otoritas 'suci' Islam yang jahatnya seperti neraka (Saudi Arabia). Maklum, karena dalam dunia hitam-putih Muslim Pemalas 'kita' (Muslim) selalu benar, & selain kita selalu salah.
Nyawa Tuti menjadi tak berarti karena kematiannya berada dalam wilayah abu-abu simbolisasi agama. Sama posisinya dengan korban perang di Yaman. Ketika simbol jadi kuasa, maka tampilan luarlah yang menjadi tolak ukur utama. Etika dibuang keluar jendela.
Komentar
Posting Komentar