Langsung ke konten utama

FITRIKAH KITA? : Renungan Akhir Ramadhan Menyambut Idul Fitri



Di penghujung Ramadhan ini perasaan bahagia dan sedih bercampur baur dalam gumpalan darah yang disebut HATI. Banyak dari mereka orang yang beriman dan bertakwa Kepada Allah SWT merasa sedih dan kehilangan karena akan ditinggal oleh bulan yang sangat mulia, namun tidak sedikit dari mereka yang riang gembira karena penderitaan menahan lapar dan nafsu akan berakhir atau mungkin bahagia karena mereka bisa merayakan dengan segala sesuatu yang baru. Namun itukah arti menjalankan ibadah Puasa Ramadhan?

Kawan...
Masih pantaskah kita ber-euforia
Sedangkan masih banyak dari saudara kita yang bersedih karena mereka merayakan tanpa sanak famili.

Kawan...
Masih pantaskah kita berbangga hati dengan apa yang kita miliki
Sedangkan masih banyak saudara kita yang kebahagiaannya dibelenggu tirani.

Mungkin diantara kita ada yang merasa sedih karena lebaran tak bertemu keluarga tercinta. 

Mungkin diantara kita ada yang merasa tidak beruntung karena sudah kehilangan orang tua. 

Mungkin diantara kita ada yang merasa kecewa hanya karena tidak berdaya untuk merayakan hari kemenangan. 

Mungkin diantara kita masih banyak yang merasa kekurangan atas nikmat yang Allah SWT berikan.

Sadarkah kita kawan... 
Masih ada lebih 8 juta orang di ambang kelaparan, 1 juta kasus kolera dan lebih dari 3 juta pengungsi internal akibat perang di Yaman. 

Masih pantaskah kita mengeluh...
Sementara ribuan saudara Rohingya kita hidup tanpa kepastian dibawah tekanan dan kelaparan.

Masih tidakkah kita bersyukur...
Ketika ribuan anak meninggal, banyak dari mereka teriak ketakutan dan kelaparan di jalur Gaza Palestina.

Masih pantaskah kita bermimpi syurga jika di hati kita kurang bersyukur atas nikmat Allah yang tidak terhingga.

Fitrikah kita kawan...???

Banyak dari kita berfikir telah banyak berbuat kebaikan dan menghabiskan jutaan bahkan miliaran untuk berbuat kebaikan selama Ramadhan, namun banyak dari kita belum sadar apakah amal baik kita diterima? Karena tidak sedikit dalam hati kita terbersit sifat Ujub (sombong), riya' (mengharap pujian), dan iri-dengki. Sehingga kita perlu introspeksi kawan.

Salah seorang Ulama dan Imam besar, Ibnu Rajab berkata, “Para ulama salafush sholih biasa bersungguh-sungguh dalam menyempurnakan amal dan bersungguh-sungguh ketika mengerjakannya. Setelah itu, mereka sangat berharap amalan tersebut diterima dan khawatir bila tertolak. Merekalah yang disebutkan dalam ayat,

Ùˆَالَّذِينَ ÙŠُؤْتُونَ Ù…َا Ø¢َتَÙˆْا ÙˆَÙ‚ُÙ„ُوبُÙ‡ُÙ…ْ ÙˆَجِÙ„َØ©ٌ Ø£َÙ†َّÙ‡ُÙ…ْ Ø¥ِÙ„َÙ‰ رَبِّÙ‡ِÙ…ْ رَاجِعُونَ

"Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang penuh khawatir, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka” (QS. Al Mu’minun: 60).”

Kawan ku, ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Mereka para salaf begitu berharap agar amalan-amalan mereka diterima daripada banyak beramal. Bukankah engkau mendengar firman Allah Ta’ala,

Ø¥ِÙ†َّÙ…َا ÙŠَتَÙ‚َبَّÙ„ُ اللَّÙ‡ُ Ù…ِÙ†َ الْÙ…ُتَّÙ‚ِينَ

Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma-idah: 27)”

Malik bin Diinar mengatakan, “Tidak diterimanya amalan lebih kukhawatirkan daripada banyak beramal.”

Abdul Aziz bin Abi Rowwad berkata, “Saya menemukan para salaf begitu semangat untuk melakukan amalan sholih. Apabila telah melakukannya, mereka merasa khawatir apakah amalan mereka diterima ataukah tidak.”

‘Umar bin ‘Abdul Aziz berkhutbah pada hari raya Idul Fithri, “Wahai sekalian manusia, kalian telah berpuasa selama 30 hari. Kalian pun telah melaksanakan shalat tarawih setiap malamnya. Kalian pun keluar dan memohon pada Allah agar amalan kalian diterima. Namun sebagian salaf malah bersedih ketika hari raya Idul Fithri. 

Dikatakan  kepada mereka, “Sesungguhnya hari ini adalah hari penuh kebahagiaan.” Mereka malah mengatakan, “Kalian benar. Akan tetapi aku adalah seorang hamba. Aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk beramal, namun aku tidak mengetahui apakah amalan tersebut diterima ataukah tidak.”

Pertanyaan besar bagi kita semua. 

Yakinkah kita amalan di bulan ini diterima...?

Yakinkah kita Shalat tarawih yang dilakukan setiap malam diterima... ?

Yakinkah kita Tilawah Al Qur’an setiap malamnya diterima... ?

Yakinkah kita Sedekah dan buka puasa diterima... ?

Atau mungkin masih banyak diantara kita dan termasuk saya yang ibadahnya masih jauh dari sempurna, Tarawihnya masih bolong dan mungkin tidak sempat Tarawih karena tidak mau menyempatkan, mungkin diantara kita masih puasa hanya menahan lapar dan dahaga atau bahkan tidak berpuasa. Kemudian Hari Raya Idul fitri yang merupakan Hari Kemenangan apa maknanya? Apa yang telah kita menangkan?

Saat ini hanya tangis dan tetes airmata yang Berdera penuh penyesalan akan kealapaan yang kita lakukan. Kita hanya bisa berharap,  memohon ampun dan perbanyak do’a, moga Allah menerima setiap amalan kita di bulan Ramadhan dan memperjumpakan kita kembali dengan bulan penuh barokah ini. Agar kita terus bisa memperbaiki diri yang hina ini.

Kita tidak bisa menyombongkan kebaikan  dan amal ibadah kita selama ramadhan, jika kita sendiri tidak pernah tau apakah amalan kita diterima oleh Allah swt. Karena hanya amal ibadah yang sungguh-sungguh orang bertakwa yang Allah SWT akan terima.

Selamat Jalan Ramadhan

Wahai kawan-kawanku yang dihormati Allah, bulan Ramadhan akan segera meninggalkan kita.

Tidak ada lagi yang tersisa kecuali saat-saat yang singkat, mungkin tertinggal penyesalan dan dosa.

Jika diantara kalian telah melakukan kebaikan, mari kita sempurnakan.

Mungkin jika diantara kita malah sebaliknya, maka tidak ada kata terlambat untuk bersama memperbaikinya dalam waktu yang masih tersisa. Karena ingatlah amalan itu dinilai dari akhirnya.

Jangan jadikan diri kita yang melakukan amalan sholih hanya ketika Ramadhan tiba namun sebuah perubahan nyata dengan tindakan mulia yang dapat memberi kesaksian kepadamu nantinya di hadapan Al Malikul ‘Alam (Sang Penguasa Hari Pembalasan).

Mari kita lepaskanlah kepergian (bulan Ramadhan) dengan ucapan salam yang terbaik dan perubahan yang positif.

Wahai bulan Ramadhan.

Berikanlah belas kasihmu, sementara air mata kami mengalir dengan deras akibat kepedihan perpisahan dengan bulan mulia.
Ramadhan, semoga detik-detik perpisahan akan memadamkan api kerinduan yang membara.

Ramadhan, semoga saat-saat taubat akan melengkapi kekurangan puasa yang kami lakukan.

Ramadhan, semoga pula mereka orang-orang yang telah ketinggalan segera menyusul dan bersama Merajut asa untuk ridho-Nya.

Saying See you Ramadhan Kareem instead of Goodbye and Welcome Eid Mubarak 1439 H. May Allah grant us all a very blessedful life.

Semoga Kita semua mampu kembali fitri dengan pribadi yang lebih baik dan istiqomah beribadah dengan tulus ikhlas hanya mengharap ridho-Nya. Amin

Jangan lupa bersyukur kawan. 
Karena kita termasuk orang yang beruntung dibandingkan jutaan saudara kita yang tidak bisa merayakan Idul Fitri. 😢

Surabaya, 15 Juni 2018


_______________________
Referensi :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

'Kitab' Sutasoma, Asal Muasal 'Bhinneka Tunggal Ika'

Kakawin Sutasoma - Indonesia Space Research Mungkin masih banyak di antara kita yang belum mengenal betul asal muasal Bhinneka Tunggal Ika, sebuah slogan yang fenomenal dan selalu menjadi rujukan serta pengingat kita untuk tetap bersatu dalam keberagaman bangsa ini. Dalam artikel kali ini, saya telah mengutip dari berbagai referensi yang mengupas tentang Asal Muasal Bhinneka Tunggal Ika. Enjoy Reading Everyone...! Indonesia punya semboyan 'Bhinneka Tunggal Ika' yang memiliki arti 'berbeda-beda tetapi tetap satu'. Semboyan itu menjadi moto bangsa Indonesia yang melambangkan persatuan di tengah keberagaman Indonesia. Sebenarnya frasa 'Bhinneka Tunggal Ika' telah tercipta jauh sebelum Indonesia merdeka. Bahkan penciptanya pun bukan seorang pejuang kemerdekaan. 'Bhinneka Tunggal Ika' adalah sebuah frasa yang terdapat dalam Kakawin Sutasoma. Kakawin sendiri berarti syair dengan bahasa Jawa kuno. Kakawin Sutasoma merupakan karangan Mpu T...

CANDI JABUNG: PENINGGALAN RAJA HAYAM WURUK, RAJA MAJAPAHIT

RAJA Hayam Wuruk yang bergelar Sri Raja sanagara naik takhta kerajaan Majapahit di usia belia, yakni 16 tahun. Informasi yang di himpun dari berbagai sumber menyebutkan, Empu Prapanca dalam kitabnya Negarakertagama mengatakan wilayah Majapahit sangat luas. Pada masa Hayam Wuruk, kebudayaan dan kesusastraan berkembang pesat. Sejumlah candi sebagai tempat pemujaan atau peribadatan  di bangun. Misalnya, Candi Penataran, Candi  Tikus, Candi Sawentar, dan Candi Bujang Ratu. Termasuk Candi Jabung yang berada di wilayah Kabupaten Probolinggo. Dikisahkan, beberapa bulan setelah dinobatkan menjadi raja, Hayam Wuruk berniat mengunjungi wilayah kekuasaannya di timur pulau Jawa. Niatan ini muncul setelah Hayam Wuruk mengadakan semedi. Di dalam semedinya itu ia melihat suatu daerah yang potensial untuk  di kembangkan. Daerah tersebut berada di timur ibu kota Majapahit. Diutarakanlah rencana ini kepada Patih Gajah  Mada. Patih yang terkenal dengan sumpah Palapanya itu...

MASYARAKAT 5.0 (SOCIETY 5.0)

Apa itu Masyarakat 5.0? Definisi: "Masyarakat yang berpusat pada manusia untuk menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah sosial dengan sistem yang sangat mengintegrasikan ruang dunia maya dan ruang fisik." Masyarakat 5.0 diusulkan dalam Rencana Dasar Sains dan Teknologi ke-5 sebagai masyarakat masa depan yang harus dicita-citakan oleh Jepang. Ini mengikuti masyarakat berburu (Masyarakat 1.0), masyarakat pertanian (Masyarakat 2.0), masyarakat industri (Masyarakat 3.0), dan masyarakat informasi (Masyarakat 4.0). Mencapai Masyarakat 5.0 Dalam masyarakat informasi (Masyarakat 4.0), berbagi pengetahuan dan informasi lintas bagian tidak cukup, dan kerja sama itu sulit. Karena ada batasan untuk apa yang dapat dilakukan orang, tugas menemukan informasi yang diperlukan dari meluapnya informasi dan menganalisanya adalah suatu beban, dan tenaga kerja serta ruang lingkup tindakan dibatasi karena usia dan berbagai tingkat kemampuan. Juga, karena...