Kamis, 14 Juni 2018

FITRIKAH KITA? : Renungan Akhir Ramadhan Menyambut Idul Fitri



Di penghujung Ramadhan ini perasaan bahagia dan sedih bercampur baur dalam gumpalan darah yang disebut HATI. Banyak dari mereka orang yang beriman dan bertakwa Kepada Allah SWT merasa sedih dan kehilangan karena akan ditinggal oleh bulan yang sangat mulia, namun tidak sedikit dari mereka yang riang gembira karena penderitaan menahan lapar dan nafsu akan berakhir atau mungkin bahagia karena mereka bisa merayakan dengan segala sesuatu yang baru. Namun itukah arti menjalankan ibadah Puasa Ramadhan?

Kawan...
Masih pantaskah kita ber-euforia
Sedangkan masih banyak dari saudara kita yang bersedih karena mereka merayakan tanpa sanak famili.

Kawan...
Masih pantaskah kita berbangga hati dengan apa yang kita miliki
Sedangkan masih banyak saudara kita yang kebahagiaannya dibelenggu tirani.

Mungkin diantara kita ada yang merasa sedih karena lebaran tak bertemu keluarga tercinta. 

Mungkin diantara kita ada yang merasa tidak beruntung karena sudah kehilangan orang tua. 

Mungkin diantara kita ada yang merasa kecewa hanya karena tidak berdaya untuk merayakan hari kemenangan. 

Mungkin diantara kita masih banyak yang merasa kekurangan atas nikmat yang Allah SWT berikan.

Sadarkah kita kawan... 
Masih ada lebih 8 juta orang di ambang kelaparan, 1 juta kasus kolera dan lebih dari 3 juta pengungsi internal akibat perang di Yaman. 

Masih pantaskah kita mengeluh...
Sementara ribuan saudara Rohingya kita hidup tanpa kepastian dibawah tekanan dan kelaparan.

Masih tidakkah kita bersyukur...
Ketika ribuan anak meninggal, banyak dari mereka teriak ketakutan dan kelaparan di jalur Gaza Palestina.

Masih pantaskah kita bermimpi syurga jika di hati kita kurang bersyukur atas nikmat Allah yang tidak terhingga.

Fitrikah kita kawan...???

Banyak dari kita berfikir telah banyak berbuat kebaikan dan menghabiskan jutaan bahkan miliaran untuk berbuat kebaikan selama Ramadhan, namun banyak dari kita belum sadar apakah amal baik kita diterima? Karena tidak sedikit dalam hati kita terbersit sifat Ujub (sombong), riya' (mengharap pujian), dan iri-dengki. Sehingga kita perlu introspeksi kawan.

Salah seorang Ulama dan Imam besar, Ibnu Rajab berkata, “Para ulama salafush sholih biasa bersungguh-sungguh dalam menyempurnakan amal dan bersungguh-sungguh ketika mengerjakannya. Setelah itu, mereka sangat berharap amalan tersebut diterima dan khawatir bila tertolak. Merekalah yang disebutkan dalam ayat,

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آَتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

"Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang penuh khawatir, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka” (QS. Al Mu’minun: 60).”

Kawan ku, ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Mereka para salaf begitu berharap agar amalan-amalan mereka diterima daripada banyak beramal. Bukankah engkau mendengar firman Allah Ta’ala,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma-idah: 27)”

Malik bin Diinar mengatakan, “Tidak diterimanya amalan lebih kukhawatirkan daripada banyak beramal.”

Abdul Aziz bin Abi Rowwad berkata, “Saya menemukan para salaf begitu semangat untuk melakukan amalan sholih. Apabila telah melakukannya, mereka merasa khawatir apakah amalan mereka diterima ataukah tidak.”

‘Umar bin ‘Abdul Aziz berkhutbah pada hari raya Idul Fithri, “Wahai sekalian manusia, kalian telah berpuasa selama 30 hari. Kalian pun telah melaksanakan shalat tarawih setiap malamnya. Kalian pun keluar dan memohon pada Allah agar amalan kalian diterima. Namun sebagian salaf malah bersedih ketika hari raya Idul Fithri. 

Dikatakan  kepada mereka, “Sesungguhnya hari ini adalah hari penuh kebahagiaan.” Mereka malah mengatakan, “Kalian benar. Akan tetapi aku adalah seorang hamba. Aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk beramal, namun aku tidak mengetahui apakah amalan tersebut diterima ataukah tidak.”

Pertanyaan besar bagi kita semua. 

Yakinkah kita amalan di bulan ini diterima...?

Yakinkah kita Shalat tarawih yang dilakukan setiap malam diterima... ?

Yakinkah kita Tilawah Al Qur’an setiap malamnya diterima... ?

Yakinkah kita Sedekah dan buka puasa diterima... ?

Atau mungkin masih banyak diantara kita dan termasuk saya yang ibadahnya masih jauh dari sempurna, Tarawihnya masih bolong dan mungkin tidak sempat Tarawih karena tidak mau menyempatkan, mungkin diantara kita masih puasa hanya menahan lapar dan dahaga atau bahkan tidak berpuasa. Kemudian Hari Raya Idul fitri yang merupakan Hari Kemenangan apa maknanya? Apa yang telah kita menangkan?

Saat ini hanya tangis dan tetes airmata yang Berdera penuh penyesalan akan kealapaan yang kita lakukan. Kita hanya bisa berharap,  memohon ampun dan perbanyak do’a, moga Allah menerima setiap amalan kita di bulan Ramadhan dan memperjumpakan kita kembali dengan bulan penuh barokah ini. Agar kita terus bisa memperbaiki diri yang hina ini.

Kita tidak bisa menyombongkan kebaikan  dan amal ibadah kita selama ramadhan, jika kita sendiri tidak pernah tau apakah amalan kita diterima oleh Allah swt. Karena hanya amal ibadah yang sungguh-sungguh orang bertakwa yang Allah SWT akan terima.

Selamat Jalan Ramadhan

Wahai kawan-kawanku yang dihormati Allah, bulan Ramadhan akan segera meninggalkan kita.

Tidak ada lagi yang tersisa kecuali saat-saat yang singkat, mungkin tertinggal penyesalan dan dosa.

Jika diantara kalian telah melakukan kebaikan, mari kita sempurnakan.

Mungkin jika diantara kita malah sebaliknya, maka tidak ada kata terlambat untuk bersama memperbaikinya dalam waktu yang masih tersisa. Karena ingatlah amalan itu dinilai dari akhirnya.

Jangan jadikan diri kita yang melakukan amalan sholih hanya ketika Ramadhan tiba namun sebuah perubahan nyata dengan tindakan mulia yang dapat memberi kesaksian kepadamu nantinya di hadapan Al Malikul ‘Alam (Sang Penguasa Hari Pembalasan).

Mari kita lepaskanlah kepergian (bulan Ramadhan) dengan ucapan salam yang terbaik dan perubahan yang positif.

Wahai bulan Ramadhan.

Berikanlah belas kasihmu, sementara air mata kami mengalir dengan deras akibat kepedihan perpisahan dengan bulan mulia.
Ramadhan, semoga detik-detik perpisahan akan memadamkan api kerinduan yang membara.

Ramadhan, semoga saat-saat taubat akan melengkapi kekurangan puasa yang kami lakukan.

Ramadhan, semoga pula mereka orang-orang yang telah ketinggalan segera menyusul dan bersama Merajut asa untuk ridho-Nya.

Saying See you Ramadhan Kareem instead of Goodbye and Welcome Eid Mubarak 1439 H. May Allah grant us all a very blessedful life.

Semoga Kita semua mampu kembali fitri dengan pribadi yang lebih baik dan istiqomah beribadah dengan tulus ikhlas hanya mengharap ridho-Nya. Amin

Jangan lupa bersyukur kawan. 
Karena kita termasuk orang yang beruntung dibandingkan jutaan saudara kita yang tidak bisa merayakan Idul Fitri. 😢

Surabaya, 15 Juni 2018


_______________________
Referensi :

Minggu, 10 Juni 2018

TIG4 3MPAT | Kisah Kemanusiaan di atas Perbedaan

SINOPSIS FILM KEMANUSIAAN
"TIG4 3MPAT"

Adam (Adam Muloh) anak seorang polisi, bapak Iskandar, memiliki cita-cita untuk menjadi seperti bapaknya sejak kecil sampai pada akhirnya dia ikut tes seleksi kepolisian. Ketika proses seleksi Adam bertemu dengan Brigpol. Luthfi (Luthfi Agung Prihadi, S.H.) di Surabaya yang mengenal baik mendiang ayahnya. Itu adalah tahun 2007, saat Adam baru lulus SMA di Probolinggo. Proses seleksi yang ketat dan sangat disiplin sesuai dengan SOP kepolisian membuat Adam, yang memiliki sifat sedikit feminim, tertekan dan gugup. Alhasil, Adam gagal dalam seleksi, dia kecewa dan semakin sakit ketika perkataan Pak Luthfi yang membandingkan dirinya dengan mendiang Ayahnya.

Setelah tahun berganti, Adam pun tumbuh dan merubah identitasnya menjadi sosok Tamara yang telah menjadi pilihan hidupnya serta telah membuatnya nyaman dengan identitas yang selama ini dia tutupi dari orang lain. Tamara yang pintar, baik hati dan  jiwa sosial yang tinggi mendedikasikan dirinya dalam kegiatan sosial kemasyarakatan sebagai bentuk kepedulian terhadap bangsa dan negara sebagaimana prinsip Tribrata dan Catur Prasetya yang mendiang Ayahnya ajarkan sejak kecil.

Sampai suatu ketika Abin, anak didik privatnya, jatuh sakit dan mengidap penyakit Thalasemia minor (merupakan kelainan pada darah) yang membutuhkan Donor darah dan ternyata golongan darah Abin adalah AB resus negatif yang merupakan golongan darah langka. Sedangkan anggota keluarga Abin tidak ada yang memiliki golongan darah yang cocok kecuali Tamara. Tamara sebagai guru private yang telah menganggap Abin seperti anak sendiri menawarkan diri untuk mendonorkan darahnya. Namun hati Tamara berkecamuk ketika tau bahwa Abin adalah anak dari Brigpol. Luthfi, Polisi yang telah menyakitinya ketika seleksi kepolisian dulu, sehingga Tamara menjadi ragu.
Namun Nilai-nilai luhur Tribrata dan catur prasetya yang mendiang Ayahnya ajarkan kembali membuka hati dan pikiran Tamara untuk senantiasa berbuat kebaikan dan menjunjung tinggi kemanusiaan.

Sejak kejadian itu, Tamara belajar bahwa untuk mengabdi dan membela bangsa ini tidak perlu menjadi seorang polisi karena yang terpenting adalah bagaimana kita mampu mengamalkan Nilai-nilai luhur yang ada. Karena polisi sesungguhnya adalah Mereka yang memiliki nilai dalam dirinya. Akhirnya, brigpol. Luthfi dan Istrinya berterimakasih atas kebaikan yang dilakukan Tamara kepada Abin. Tamara pun kemudian dianggap sebagai bagian dari keluarga tersebut. Sedangkan ajaran yang ditanamkan oleh institusi kepolisian Republik Indonesia terus menjadi inspirasi Tamara dan banyak orang lainnya di Indonesia untuk Terus mengabdi dan menyebarkan Nilai-nilai kebaikan pada sesama demi kedaulatan bangsa dan negara.

BTS - TIG4 3MPAT

Suasana di balik layar proses pembuatan film pendek sederhana untuk meramaikan karya anak bangsa

Kami berkarya untuk menyebarkan pesan perdamaian, persatuan dan kesatuan dalam keberagaman. Mengangkat nilai kemanusiaan dengan penuh kesadaran

Surabaya, 12 Juni 2018

Jumat, 01 Juni 2018

Pancasila: Benarkah dilahirkan atau hanya reinkarnasi?

Kitakah Pancasila ?
Kitakah Indonesia ?

Indonesia sebagai negara penganut demokrasi dan berdaulat sejak 1945 ketika Indonesia memilih untuk merdeka BUKAN dimerdekakan. Maknanya adalah bahwa sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang menyerukan 'Kemerdekaan adalah hak segala bangsa" sebagai komitmen bangsa kita untuk mengecam segala bentuk penindasan dan penjajahan. Kemerdekaan Indonesia bukan sebuah hadiah yang diperoleh atas pemberian dan belas kasih pihak lain  melainkan sebuah perjuangan dan pengorbanan berdarah selama lebih dari 3 abad. 

Indonesia telah banyak belajar arti sebuah kesetiaan dan kejujuran dalam perjuangan, Indonesia telah ditempa dan dihadapkan dengan berbagai macam tirani yang menjadikan kita Indonesia bangsa yang kuat, namun tidak sedikit dari kita,  Warga Negara Indonesia, belum sepenuhnya mampu memaknai Nilai-nilai luhur bangsa ini. Sehingga menjadi urgen untuk flash back sejarah bagaimana Pancasila lahir dan menjadi azas negara terbesar keempat di dunia dengan total populasi lebih dari 260 juta jiwa.

Sebagaimana Ir. Seokarno, Presiden pertama dan Sang Proklamator, katakan "Sekarang banyak prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima bilangnya. Namun bukan panca dharma, tetapi saya namakan ini dengan dengan petunjuk seseorang teman ahli bahasa, namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi."

Oleh karena itu, Lahirnya Pancasila adalah judul pidato yang disampaikan oleh Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: “Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan”) pada tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidato inilah konsep dan rumusan awal “Pancasila” pertama kali dikemukakan oleh Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Pidato ini pada awalnya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa judul dan baru mendapat sebutan “Lahirnya Pancasila” oleh mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPK tersebut. Sejak tahun 2017, hari tersebut resmi menjadi hari libur nasional.

Tentu kita tahu bahwa Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara yang kita cintai ini, Indonesia. Pancasila di ambil dari bahasa Sanskerta: pañca yang berarti lima dan śīla berarti prinsip, asas atau dasar. Pancasila disusun dan dirumuskan oleh para pendiri bangsa sebagai pedoman kehidupan untuk kita rakyat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Adapun kelima sila dalam Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hari Pancasila merupakan hari lahirnya Pancasila sebagai satu-satunya ideologi dan dasar negara yang hanya dimiliki oleh Indonesia di dunia ini. Pancasila adalah kebanggaan negeri dan rakyat Indonesia.
Pancasila itu keberagaman, keberagaman yang merupakan refleksi bangsa yang heterogen. Keunikan yang dihormati bahkan disegani oleh dunia. Saya Indonesia. Saya Pancasila. Tidak ada lagi tawar-menawar.

Dengan lahirnya Pancasila, kita memiliki tanggung jawab besar untuk meneruskan cita-cita luhur pendiri bangsa, jangan sampai pancasila hanya menjadi legenda semata yang dewasa ini sudah mulai luntur karena isu radikalisme, terrorisme dan separatisme yang seakan-akan lupa perjuangan para pahlawan kita. Sehingga Pancasila seakan perlu bereinkarnasi menjadi wajah baru dengan nilai yang sama untuk kita perkenalkan kembali kepada generasi Milenial agar kelak mereka memiliki jiwa nasionalisme yang kuat dan tidak mudah diprovokasi oleh ajaran dan paham yang ingin memecah belah bangsa ini.

Kita harus sadar akan keberagaman kita,  meskipun beda Agama, beda Bahasa, beda Warna Kulit, Tapi tetap satu dalam Jiwa Indonesia dan Semangat Pancasila.
Mari bersama kita tangguhkan semangat kebhinnekaan. Jaga kesatuan dan persatuan NKRI. Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila itu ideologi bangsa dan negara. Ideologi bangsa untuk semua, bukan golongan tertentu saja. Ideologi kita yang satu dan mempersatukan kita yang berbeda-beda.

Mari jadikan Pancasila sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan Peringatan Hari Lahir Pancasila, kita dimampukan untuk semakin membumikan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan internalisasi Nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Lewat Pancasila, kita yang terdiri dari beragam suku, budaya, bahasa dan agama dapat bersatu dalam satu atap, Indonesia. Saya atas nama Rakyat Indonesia mengucapkan Selamat Memperingati Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni 2018.

Merdeka!!! Merdeka!!! Merdeka!!!
NKRI Harga Mati!!! 


Pare, 01 Juni 2018