Minggu, 30 April 2017

HANG OUT WITH FRIENDS IN NEW YORK | SHORT TRIP 2016




NEW YORK CITY IS MORE THAN JUST A LIFE

This first trip I did on the occasion of YSEALI Professional Fellowship 2016 Program, after 4 weeks project we had like 3 days off that we decided to escape from Hotel to NYC. We must be Smart Thinker and Traveler having this idea even feeling tired we just couldn't waste our time and opportunity to explore USA as much as possible. Finally we did it. It was fun and awesome short trip even exhausting but all those sacrifices were paid off.

Here some explanations the visited spots I went. 

New York City is larger than life: in population, in square feet (think of the five boroughs), in culture and food, in arts and entertainment. Visitors to New York have the world at their fingertips, from Uptown to Downtown and beyond. There’s so much to do and see, no two visits will ever be quite the same. Whether it’s your first visit to Gotham or your fifteenth, these top things to do in New York capture the energy, spirit and style of the city.

The first spot we visited was... Guess What??? Yes

[1] STATUE OF LIBERTY
A stirring symbol of freedom, the Statue of Liberty has been a beacon in New York Harbor since 1886. A gift from the people of France, the Statue was designed by Frédéric Auguste Bartholdi and built by Gustave Eiffel.

What to Do
Once on Liberty Island, free National Park Service tours fill in the details about the copper-sheeted masterpiece. For an extra fee, upgrade to a Crown Ticket and go into the statue itself.

What to See
With her torch ablaze more than 300 feet (91.5 meters) above the ground, "Liberty Enlightening the World" (the statue’s official name) is only accessible via commercial ferries, which offer amazing vantage points for the perfect vacation snapshot.

The next one was...

[2] 9/11 Memorial (GROUND ZERO)

The 9/11 Memorial honors the thousands of people killed in the attacks on September 11, 2001 and those who died in the World Trade Center bombing in 1993.

What to Do
Visit the twin reflecting pools sitting in the footprints of the Twin Towers that are each nearly an acre in size. Take time to wander around the 110,000-square feet of exhibition space in the museum. Some large artifacts include the "Survivor's Stairs" and help tell the story of what happened on that day.

What to See
Surrounding the pools are the names of every person who died in the attacks inscribed in bronze. You'll also see the "Survivor Tree," a callery pear tree that was severely damaged at Ground Zero but was rehabilitated and now stands as a symbol of resilience, survival and rebirth. Seeing this memorial for yourself can have a profound effect on your visit to New York.

[3] Central Park

Thought of as the city’s playground, Central Park covers 843 acres (341 hectares) and is located in the heart of Manhattan.

What to Do
Visitors can walk, run, ride bicycles, play chess and checkers, ice skate, and even fish. Designated quiet zones accommodate those seeking tranquility, while the 21 playgrounds are a boon for families with children who need to move.

What to See
Offering a welcome respite from the hustle and bustle of the city streets that surround it on all sides, the park is a refreshing year-round sanctuary. Central Park has been featured in more than 300 different films. Can you spot the different landmarks used in various films?

[4] Times Square

Located in Midtown Manhattan at the intersection of Broadway and Seventh Avenue, Times Square has often been referred to as The Crossroads of the World. Full of bright lights and billboards, it also serves as the hub of the Theater District.

What to Do
On New Year’s Eve, a million people swarm the square, waiting hours to watch the famed ball drop. Daily, thousands come in search of half-price Broadway show tickets, to people watch, or just stand, jaws dropped, to admire the 37-foot-high (11.3 meters) NASDAQ sign — the largest LED sign in the world.

What to See
Neon-gazing became even safer for pedestrians in 2009, when the heart of Times Square — Broadway, between 42nd and 47th streets — was closed to vehicular traffic.

[5] Brooklyn Bridge

Suspended over the East River, the Brooklyn Bridge connects Manhattan to Brooklyn. Designated a national historic landmark in 1964, this engineering feat is one of America’s most famous bridges and one of New Yorks greatest attractions.

What to Do
Walk on the elevated pedestrian path without worrying about the cars whizzing by. Enjoy the remarkable skyline view while you're there. Millions of people visit the Brooklyn Bridge every year simply to see the gleaming river beneath Manhattan skyscrapers.

What to See
Probably the most prominent features of the Brooklyn Bridge are the large towers to which the web of cables are attached. The magnificent Gothic arches stand tall above the heavy traffic flow. With great views of the river, the bridge’s strong architecture, and downtown Manhattan, you can't miss out on this wonderfully free opportunity.

ABOUT HALAL FOOD

The first time I arrived I thought it might be hard to find Halal food in NY, yes it may be right as long as you don't explore, Alhamdulillah I was much helped with my MuslimPro Application to identify where Halal Food restaurant or Halal Food Booth. Finally at Central Park I found a lot of Halal Food Booths with Islamic Music played. That was amazing, most of the sellers are from Middle East. I was so much Thankful to God Allah that I finally could eat Halal Food after starving with no doubt. 

Kamis, 20 April 2017

Profil Singkat BPC HIPMI Kabupaten Probolinggo



Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) didirikan pada tanggal 10 Juni 1972. Pendirian organisasi ini dilandasi semangat untuk menumbuhkan wirausaha di kalangan pemuda, karena pada saat itu tidak banyak kaum muda yang bercita – cita menjadi pengusaha.
Para pendiri yang rata – rata merupakan pengusaha pemula yang terdiri dari Drs. Abdul Latief, Ir. Siswono Yudo Husodo, Teu ku Sj ahrul, Datuk Hakim Thantawi, Badar Tando, Irawan Djajaatmadja, SH , Hari Sjamsudin Mangaan, Pontjo Sutowo, dan Ir. Mahdi Diah.
Pada saat itu anggapan yang berkembang di masyarakat menempatkan kelompok pengusaha pada strata yang sangat rendah sehingga sebagian besar anak muda terutama kalangan intelektual lebih memilih profesi lain seperti birokrat, TNI / POLRI dan sebagainya.
Dalam perjalanannya sampai terjadinya krisis ekonomi di tahun 1998, HIPMI telah sukses mencetak kaderisasi wirausaha, dengan tampilnya tokoh – tokoh muda dalam percaturan dunia usaha nasional maupun internasional. Keadaan itu kemudian dapat merubah pandangan masyarakat terhadap profesi pengusaha pada posisi terhormat.
Pada Era Reformasi, terutama pasca krisis ekonomi, di tuntut adanya perubahan visi, dan misi organisasi. HIPMI senantiasa adaptif dengan paradigma baru yakni menjadikan Usaha Kecil – Menengah sebagai pilar utama dan lokomotif pembangunan ekonomi nasional.
HIPMI memiliki motto Pengusaha Pejuang-Pejuang Pengusaha yang bermakna bahwa kader- kader HIPMI tidak saja diharapkan menjadi pengusaha nasional yang tangguh tetapi juga menjadi pengusaha yang berwawasan kebangsaan dan memiliki kepedulian terhadap tuntutan nurani rakyat.
Visi dan Misi HIPMI adalah memakmurkan seluruh rakyat Indonesia Raya.
HIPMI telah membulatkan tekad untuk menumbuhkan klaster pengusaha menengah baru yang benilai tambah, bersinergi dan bermartabat. Klaster pengusaha menengah baru ini adalah sebuah klaster yang berisi pengusaha-pengusaha yang memiliki kemampuan value creation, inovatif, profesional, fokus dan memegang nilai-nilai normatif dalam menjalankan usahanya. Klaster ini lahir dari proses tempaan HIPMI sehingga menjadi pengusaha matang dan tangguh – Pengusaha yang naik kelas dari pengusaha kecil menjadi menengah dan dari pengusaha lokal menjadi nasional.

Jumat, 07 April 2017

Teaser Video - 12th Anniversary Ceremony of SMK Nurul Jadid Paiton Probo...





Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke 12 SMK Nurul Jadid Paiton Probolinggo menghelat upacara bendera yang bertujuan untuk membangkitkan jiwa nasionalisme dan patriotisme peserta didik agar terus berjuang dan menorehkan prestasi mengharumkan almamater dan negeri ibu pertiwi.

Semoga dengan bertambahnya usia menjadikan pemicu dan pemacu segenap masyarakat SMK Nurul Jadid senantiasa berbenah dan berupaya mempersembahkan yang terbaik.

SMK Bisa! SMK Nurul Jadid Jaya

Paiton, 07 April 2017

Jumat, 31 Maret 2017

THE HABIBIE CENTER: WHY DUTA CERITA 2017...? | MUJIBURROHMAN




THE HABIBIE CENTER: PENDAFTARAN DUTA CERITA 2017
(Community Empowerment in Raising Inclusivity and Trust through Technology Application)

The Habibie Center sedang mencari 30 Duta CERITA di setiap kota untuk menjadi Trainer dan berbagi kepada sesama akan ide dan gagasan tentang isu inklusifitas, Konflik dan Keberanekaragaman Indonesia dalam Kebhinekaan melalui Story Telling, Transformasi Konflik dan Penggunaan Aplikasi Digital.

Saya mengikuti Duta CERITA ini karena saya percaya bahwa Pemuda adalah Agent of Change (Agen Perubahan), karena 63% populasi pemuda di ASEAN merupakan sebuah fakta dan realita bahwa di tangan pemuda ditentukan arah kemajuan dan pembangunan Bangsa.

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 Pulau, 1340 suku bangsa, 742 bahasa dan 257,9 Juta populasi menempati peringkat ke-4 terbesar di dunia. Hal ini merupakan tantangan, kebanggaan akan keanekaragaman bangsa yang kaya akan seni, budaya, rasa, adat-istiadat serta suku bangsa dengan keindahan alam Indonesia.

Dewasa ini banyak isu yang kian menyesakkan jiwa bahwa perbedaan seringkali dijadikan alasan akan perpecahan dan pertikaian dimotori oleh kepentingan politik dan golongan. Saya sebagai guru di pesantren dengan titik tekan pada pendidikan karakter dan multikulturalisme berbasis agama percaya bahwa perbedaan BUKAN ALASAN atas perpecahan dan pertikaian melainkan sebuah kekuatan dan keunikan bangsa untuk persatuan dan kesatuan Indonesia dengan toleransi dan dialog untuk saling berbagi dan memahami.

Mari Bersama Kita Berdedikasi untuk Membangun Negeri Membanggakan Ibu Pertiwi untuk Indonesia Berdikari!

Paiton, 31 Maret 2017


CANDI JABUNG: PENINGGALAN RAJA HAYAM WURUK, RAJA MAJAPAHIT

RAJA Hayam Wuruk yang bergelar Sri Raja sanagara naik takhta kerajaan Majapahit di usia belia, yakni 16 tahun. Informasi yang di himpun dari berbagai sumber menyebutkan, Empu Prapanca dalam kitabnya Negarakertagama mengatakan wilayah Majapahit sangat luas.


Pada masa Hayam Wuruk, kebudayaan dan kesusastraan berkembang pesat. Sejumlah candi sebagai tempat pemujaan atau peribadatan  di bangun. Misalnya, Candi Penataran, Candi  Tikus, Candi Sawentar, dan Candi Bujang Ratu. Termasuk Candi Jabung yang berada di wilayah Kabupaten Probolinggo.


Dikisahkan, beberapa bulan setelah dinobatkan menjadi raja, Hayam Wuruk berniat mengunjungi wilayah kekuasaannya di timur pulau Jawa. Niatan ini muncul setelah Hayam Wuruk mengadakan semedi. Di dalam semedinya itu ia melihat suatu daerah yang potensial untuk  di kembangkan.


Daerah tersebut berada di timur ibu kota Majapahit. Diutarakanlah rencana ini kepada Patih Gajah  Mada. Patih yang terkenal dengan sumpah Palapanya itu setuju dengan niatan tersebut. Singkat cerita, berangkatlah rombongan kerajaan Majapahit ke arah timur.

Raja Hayam Wuruk di dampingi Patih Gajah Mada memimpin langsung pasukan Bayangkari kerajaan. Daerah yang dilalui oleh Hayam Wuruk adalah  Kalayu, Kebonagung, Sajabung, hingga Paiton.  Setibanya di Paiton, berkatalah sang Prabu  Hayam Wuruk, “Daerah inilah yang aku lihat dalam semediku. Oleh karena itu, daerah ini  ku beri nama Paiton,”.

Kata Paiton merupakan gabungan dua kata yakni Pait yang merupakan potongan kata Majapahit. Sementara, Ton berasal dari kata Katon. Artinya majapahit katon (kelihatan). Nama-nama desa yang ada di Paiton konon juga merupakan pemberian Hayam Wuruk.

Seperti  Pandean, alat gamelan banyak dibuat disana. Desa Alas Tengah, karena hutan yang dilewati rombongan  berada di tengah-tengah. Sampai akhirnya, Hayam Wuruk mengingatkan Gajah Mada tentang keinginannya membangun  sebuah candi.

Gajah Mada yang sempat lupa langsung mengiyakan. Nah, tempat  itu kini dikenal dengan Desa Sidodadi, dari gabungan Sido (pasti) dan Dadi (jadi). Rombongan kemudian terus berjalan ke arah utara kemudian ke barat.

Ketika sampai di suatu tempat, mereka terpesona melihat keindahan  bulu burung merak yang sedang bertengger di atas pohon randu. Peristiwa inilah yang menjadikan daerah ini diberi nama Randumerak.

Akhirnya Raja Hayam Wuruk  dan Patih Gajah Mada beserta para pengawalnya sampai di Sajabung (sekarang Jabungcandi).  Di Sajabung inilah Prabu Hayam  Wuruk merasa cocok untuk membangun  candi. Dimulailah pembangunan  candi yang sekarang  dikenal dengan nama Candi Jabung  pada 1350 dan selesai pada  rentang waktu antara tahun 1354.

Ada juga yang menyebut candi  rampung digarap tahun 1356. “Untuk tahunnya memang antara  tahun itu,” ujar Harun Al-Rasyid,  sesepuh Dusun Candi, Desa Jabung  Candi.  Dalam kitab Negarakertagama digambarkan keindahan Candi Jabung.

“Tanah anugerah Sri  Nata kepada Tumenggung Nala,  candinya Budha menjulang sangat elok bentuknya”. Sri Rajanagara membangun candi Jabung untuk  menghormati kerabat perempuan  Pangeran Bhra Gundal, seorang kerabat kerajaan Majapahit.

 Hal itu tertuang dalam buku  yang disusun Kantor Arsip bersama tim penulis dari Universitas  Surabaya (Ubaya) berjudul “Candi Jabung, Mutiara Majapahit dari Kalayu”. Setelah membangun Candi  Jabung, rombongan kerajaan  melanjutkan perjalanan ke timur.

Nah, selang 4 sampai 5 tahun  kemudian, Hayam Wuruk kembali  mengunjungi Candi Jabung. Kali ini untuk mengadakan upacara  “Mamenggat Sigi”. Artinya upacara  untuk mengenang dan mendoakan arwah para leluhur.

Upacara Mamenggat Sigi ini dipimpin oleh Empu Pradah. Tak ketinggalan pula selir raja Hayam Wuruk yang  bernama Nilamsari ikut dalam  kunjungan kali ini.  Diam-diam kedatangan rombongan kerajaan ini dibuntuti oleh maling sakti yang bernama Citraguna.

Sudah lama Citraguna menaruh hati kepada Nilamsari. Ia terpesona oleh kecantikan Nilamsari. Ia berencana menculik  Nilamsari untuk dijadikan istri. Setelah melaksanakan upacara Mamenggat Sigi, ritual dilanjutkan  dengan mandi suci.

Hayam Wuruk dan Empu Pradah merencanakan mandi suci di dua tempat. Yakni di Sendangagung Tamansari dan di air terjun  di daerah selatan (sekarang Madakaripura).  Karena itu, Nilamsari  ditinggal di Candi Jabung ditemani  empat dayangnya.

Kesempatan  ini tidak disia-siakan Citraguna untuk menculik selir raja. Nilamsari yang mengetahui hal  itu, berusaha menolak dengan  halus. Sayangnya, semakin ditolak, Citraguna makin agresif. Nilamsari kemudian kabur.

Sampailah Ia  disebuah sumber air yang sangat  jernih. Daerah inilah yang kemu dian dikenal dengan nama Desa Sumberrejo. Sumber artinya mata air. Rejo artinya jernih.  Sumberrejo berarti mata air yang jernih. Setelah melepas lelah di Sumberrejo, Nilamsari melanjutkan perjalanannya melalui  Sidorejo, Kedungrejoso, Kertosono, Alassumur hingga akhirnya sampai di Sendangagung Tamansari.

Di sinilah Nilamsari amuksa atau moksa, yakni melepaskan  duniawi. Citraguna yang mendengar  Nilamsari berada di Sendangagung  Tamansari segera  menyusul. Citraguna yang melihat Nilamsari di dasar kolam, langsung nyebur. Ternyata, Nilamsari  tidak ada dalam kolam. Yang Ia lihat hanyalah bayangan semata. Pusaran air di kolam itu membuat  Citraguna tenggelam selamalamanya.

Senin, 01 Juni 2015

ASAL MUASAL TARI KIPRAH GLIPANG KAB. PROBOLINGGO

Tari Glipang adalah sebuah tari rakyat yang merupakan bagian dari pada kesenian tradisional Kabupaten Probolinggo.Tidak ada bedanya dengan tari Remo yaitu sebuah tari khas daerah Jawa Timur yang merupakan bagian dari kesenian Ludruk.

Parmo cucu pencipta Tari Glipang kepada Bromo Info mengatakan Tari Glipang berasal dari kebiasaan masyarakat. Kebiasaan yang sudah turun temurun tersebut akhirnya menjadi tradisi. Dia menjelaskan, Glipang bukanlah nama sebenarnya tarian tersebut..

“Awalnya nama tari tersebut “Gholiban” berasal dari Bahasa Arab yang artinya kebiasaan. Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut akhirnya sampai sekarang menjadi tradisi,” kata Parmo asal warga Pendil Kecamatan Banyuanyar.

Diceritakan oleh Parmo, Tari Glipang (Gholiban) tersebut dibawa oleh kakek buyutnya yang bernama Seno atau lebih dikenal Sari Truno dari Desa Omben Kabupaten Sampang Madura. Sari Truno membawa topeng Madura tersebut untuk menerapkan di Desa Pendil.

“Ternyata masyarakat Desa Pendil sangat agamis. Masyarakat menolak adanya topeng Madura tersebut. Karena didalamnya terdapat alat musik gamelan. Sehingga kakek saya merubahnya menjadi Raudlah yang artinya olahraga,” lanjut Parmo.

Sari Truno kemudian mewariskan kebiasaan tersebut kepada putrinya yang bernama Asia atau yang biasa dipanggil Bu Karto. Parmo yang saat itu masih berusia 9 tahun mencoba ikut menekuninya. Tari Gholiban/Tari Glipang tersebut mempunyai 3 gerakan. Dimana tiap-tiap gerakan tersebut mempunyai makna dan cerita pada saat diciptakan.

Pertama tari olah keprajuritan atau yang biasa disebut dengan Tari Kiprah Glipang. Tari Kiprah Glipang ini menggambarkan ketidakpuasan Sari Truno kepada para penjajah Belanda. Dari rasa ketidakpuasan tersebut akhirnya menimbulkan napas besar. Tari Kiprah Glipang ini sudah terkenal secara Internasional dan sudah mendapatkan beberapa piagam perhargaan.

“Tari Kiprah Glipang pernah menjadi 10 besar tingkat nasional tahun 1995. Selain itu juga pernah datang ke Istana Presiden di Jakarta sebanyak 5 kali diantaranya waktu menyambut kedatangan Presiden Kamboja dan Presiden Pakistan. Saya juga pernah diundang ke Jakarta waktu peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke- 39,” tambah Parmo.

Tari Kiprah Glipang yang telah diciptakan oleh Sari Truno benar-benar serasi dan sejiwa dengan pribadi penciptanya. Jiwa Sari Truno yang sering bergolak melawan prajurit-prajurit Belanda pada waktu itu diekspresikan melalui bentuk tari ini.

Kedua, Tari Papakan yang mempunyai makna bertemunya seseorang setelah lama berpisah. ”Waktu itu digambarkan bertemunya Anjasmara dengan Damarwulan. Dimana waktu itu Damarwulan diutus untuk membunuh Minakjinggo. Akhirnya Damarwulan berhasil dengan dibantu oleh 2 istri Minakjinggo. Tapi sebelum bertemu Anjasmara, Damarwulan dihadang oleh Layang Seto dan Layang Kumitir di Daerah Besuki,” jelas Parmo.

Ketiga, Tari Baris yang menggambarkan para prajurit Majapahit yang berbaris ingin tahu daerah Jawa Timur. ”Waktu itu prajurit Majapahit tersebut berbaris di daerah Jabung untuk mengetahui daerah Jawa Timur. Awalnya tari ini berawal dari badut, lawak, dan kemudian berubah menjadi cerita rakyat,” terang Parmo.

Menurut Parmo yang menjadi latar belakang dirinya tetap eksis di Tari Glipang diantaranya ingin melestarikan budaya yang dibawa oleh kakek buyutnya Sari Truno. Selain itu kakeknya membawa topeng Madura tersebut dari Madura hanya dengan naik ikan Mongseng. Parmo juga ingin mengembangkan warisan kakek buyutnya kepada generasi muda terutama yang ada di Kabupaten Probolinggo.

“Untuk menghormati perjuangan kakek buyut Sari Truno, saya dan keturunan saya akan tetap melestarikannya sampai kapanpun. Apalagi waktu itu kakek saya rebutan topeng tersebut dengan sesama orang Madura. Sehingga saya sampai 7 turunan tidak boleh bertemu dengan saudara dari Madura. Kakek saya juga naik ikan Mongseng dari Madura ke Jawa, sehingga 7 turunannya diharamkan untuk makan ikan Mongseng tersebut,” imbuh Parmo

source : situs kabupaten probolinggo